Selasa, 18 September 2012

Penemuan Spesies Megalara garuda


Tahun lalu peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) bekerja sama dengan peneliti asing melakukan ekspedisi ke kawasan Gunung Mekongga, Sulawesi Tenggara. Salah satu peneliti LIPI yang bergabung dalam ekspedisi itu adalah Rosichon Ubaidillah. Sementara peneliti asing yang ikut adalah Lynn S. Kimsey dari University of California Amerika Serikat dan Michael Ohl dari Museum for Naturkunde Jerman. Dalam ekspedisi Mekongga itu, para peneliti menemukan spesies baru, yaitu spesies lebah raksasa yang diberi nama Latin Megalara garuda.

Perbandingan Megalara garuda dengan lebah biasa. Ilustrasi dari DailyMail.Co.Uk
Megalara garuda merupakan lebah raksasa dengan ciri khas rahang besar dan lebih panjang dari kaki depannya sehingga area antara mata dan rahang bawahnya begitu besar. Megalara garuda memiliki ukuran tubuh tiga kali lebih besar dibanding lebah biasa. Karena ukuran tubuh dan ukuran rahang yang besar itu, serangga ini diberi nama genus Megalara yang merupakan gabungan dari kata “Mega” dan “Dalara”. Dalara merupakan nama genus yang mempunyai ciri paling mirip dengan lebah raksasa ini. Selain itu, Megalara garuda mempunyai rambut pendek halus yang berwarna hitam.
Karena belum ditemukan dalam keadaan hidup, penelitian lanjut masih diperlukan. Namun para peneliti memperkirakan rahang besar milik Megalara garuda berguna untuk reproduksi dan untuk mempertahankan diri dari predator. Karena ukuran spesies jantan lebih besar dari ukuran spesies betina, rahang besar milik Megalara garuda diperkirakan berguna untuk memegang spesies betina ketika reproduksi. Dengan ukuran yang besar, Megalara garuda bisa menyerang dan membunuh mangsa dengan sengatannya.
Pada tanggal 25 Agustus 2011, penemuan Megalara garuda dipublikasikan di Daily Mail. Dalam artikel berjudul “Waspzilla! The fearsome flying beast discovered in the jungle with jaws longer than its front legs” itu, Lynn S. Kimsey pertama kali mengungkapkan akan memberi nama spesies “garuda” sesuai lambang negara Indonesia. Bulan lalu, tepatnya tanggal 23 Maret 2012, Daily Mail kembali mempublikasikan artikel tentang Megalara garuda. Pada hari yang sama, jurnal Zookeys merilis publikasi dengan judul “Megalara garuda, a new genus and species of larrine wasps from Indonesia (Larrinae, Crabronidae, Hymenoptera)”.
Setelah diamati, ternyata ada kejanggalan dalam publikasi-publikasi Megalara garuda itu. Dalam dua artikel Daily Mail tersebut, Lynn S. Kimsey disebutkan sebagai penemu spesies baru, sementara nama Michael Ohl dan Rosichon Ubaidillah tidak disebutkan. Dalam jurnal resmi Zookeys, nama peneliti yang disebutkan adalah Lynn S. Kimsey dan Michael Ohl, sementara nama peneliti LIPI, Rosichon Ubaidillah, kembali tidak disebutkan. Sebagai peneliti serangga parasitoid, Rosichon Ubaidillah merasa kecewa karena namanya tidak dicantumkan dalam jurnal ilmiah tersebut.
Rosichon Ubaidillah menjelaskan bahwa penelitian tentang Megalara garuda ini merupakan kerja sama antara LIPI dengan peneliti asing. Sesuai MoU (Memorandum of Understanding) yang sudah disusun, kerja sama ini mencakup penelitian dan publikasi. Selain itu, dalam etika kerja sama penelitian, pencantuman nama peneliti dalam jurnal internasional tidak bisa diabaikan begitu saja. Selain karena kapasitas dan peran aktifnya dalam penelitian ini, Rosichon Ubaidillah juga berperan besar dalam pemberian nama spesies “garuda”.
Rosichon Ubaidillah sudah menyurati pihak penanggung jawab kerja sama penelitian di University of California. Lynn S. Kimsey kemudian meminta maaf atas tidak dicantumkannya nama peneliti LIPI. Lynn S. Kimsey juga menjelaskan awalnya ia mencantumkan nama peneliti LIPI namun ia menemui masalah karena tidak ada peneliti Indonesia yang memiliki spesifikasi di bidang stinging wasps (lebah penyengat). Namun hal itu dibantah Rosichon Ubaidillah, menurutnya dialah peneliti Indonesia yang berpengalaman di bidang serangga, khususnya lebah.
Tidak hanya kecewa dengan tidak dicantumkannya nama peneliti LIPI, pihak LIPI juga menyayangkan sikap Lynn S. Kimsey yang belum mengembalikan spesimen Megalara garuda. Saat ini spesimen langka tersebut masih berada di University of California. Mari kita tunggu kedua pihak untuk duduk bersama dan menyelesaikan permasalahan ini. Di lain pihak, orang Indonesia bisa berbangga karena nama “garuda” kini digunakan sebagai nama Latin lebah raksasa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More