Selasa, 18 September 2012

Mikroflora Memiliki Peran Penting dalam Penyakit Autoimun, Sebagian Baik, Sebagian Jahat


Saat mikroorganisme yang tepat bekerja, sel imun terlibat dalam pengembangan penyakit autoimun seperti psoriasis, sklerosis ganda, dan arthritis, dapat mengembangkan sifat anti pendarahan. Para ilmuan dari Charité -- Universitätsmedizin Berlin dan Institute for Research in Biomedicine, Bellinzona, Switzerland, membuat penemuan ini.


“Ini bukan saja menunjukkan kalau komposisi mikroflora kita berperan penting dalam perkembangan penyakit kronis, namun juga kalau sel kunci penyebab penyakit dapat mengembangkan ‘kembaran’ anti-pendarahan,” jelas Dr. Christina Zielinski, pengarang perdana studi ini.

Penelitian mereka diterbitkan dalam edisi terbaru jurnal ilmiah Nature.

Peneliti berusia 32 tahun dari Dermatology and Allergology Clinic di Charité dan Berlin-Brandenburg School for Regenerative Therapies, dan koleganya menemukan sinyal dasar yang menyebabkan ya atau tidak sel imun anti pendarahan atau patogenik berkembang. Diketahui kemudian kalau interleukin 1b, salah satu hormon sistem kekebalan tubuh, bekerja seperti saklar molekuler. Keberadaannya melatih sel kekebalan saat autoimun terjadi agar berfungsi secara destruktif dan melepaskan zat duta pendarahan. Ketiadaannya, sebaliknya, memungkinkan sel kekebalan menjadi dewasa menjadi bagian anti pendarahan. Menariknya, mikroorganisme tubuh kita sendiri yang memutuskan apakah interleukin 1b dihasilkan dan karenanya modus apa yang dipilih.

Pengamatan ini mendorong para ilmuan untuk juga melihat pasien yang menderita kelebihan produksi interleukin 1b, yang merupakan kasus sindrom pendarahan auto (misalnya CAPS, Muckle-Wells, atau sindrom Schnitzler). Para pasien ini, khususnya anak-anak, menderita berbagai gejala seperti demam, arthritis, dan ruam kulit. Pengembangan pasti penyakit ini, walau begitu, masih belum dapat dijelaskan. Para peneliti menguji apakah terapi antibodi yang memblokir interleukin 1b dapat menghasilkan potensi anti-pendarahan dalam sel kekebalan. Faktanya, setelah pemberian terapi ini, sel kekebalan menghasilkan duta penghambat pendarahan. Mereka bahkan mengembangkan memori untuk melepaskan zat duta dalam periode waktu yang lama.

“Saya yakin kalau ketidakseimbangan dalam mikroflora mikroba kita memberi pengaruh pada perkembangan penyakit pendarahan kronis seperti reumatisme, Morbus Crohn, dan psoriasis. Organisme kita terdiri dari sepuluh kali lebih banyak sel mikroba daripada sel tubuh kita sendiri. Menjaga hal ini tetap seimbang bukan hal mudah. Interleukin 1b sekarang ternyata merupakan saklar molekuler penting yang dipakai mikroba untuk menentukan antara sehat atau sakit,” kata Dr. Christina Zielinski. Ia melihat potensi besar dalam terapi penyakit pendarahan dengan memblokir zat duta ini. Dibandingkan dengan terapi kekebalan lainnya, hal ini tidak memunculkan pelemahan sistem kekebalan, namun memungkinkan sel menjadi anti-pendarahan jika dibutuhkan, tanpa kehilangan kemampuannya melawan patogen berbahaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More