Jumat, 22 Juni 2012

Riset Ekotipe pada Level Fisiologi

Kata “Ekotipe” pertama kali diusulkan oleh seorang ahli ekolog bangsa Swedia bersama Turesson (1922). Beliau mengadakan percobaan terhadap beberapa spesies tanaman yang ditanam pada berbagai keadaan lingkungan yang berbeda. Ternyata masing-masing spesies yang sama akan memperlihatkan sifat-sifat morfologis yang berbeda sehubungan dengan adanya perbedaan  lingkungan.
Ekotipe merupakan salah satu respon geneti tumbuhan terhadap suatu habitat tertentu. Ekotipe dapat digunakan untuk menjelaskan spesies yang bervariasi jelas dari segi geografi, populasi yang jarang, yang teradaptasi terhadap suatu kondisi lingkungan spesifik. Ekotipe biasanya akan memunculkan perbedaan fenotip dalam suatu spesies atau taksa tumbuhan.
Keistimewaan sifat ekotipe antara lain:
  1. Ekotipe spesies selalu interfertil
  2. Dapat mempertahankan keistimewaan asalnya bila ditanam dalam habitat lain
  3. Ekotipe didasarkan sifat-sifat genetis
  4. Suatu spesies dengan ekologi yang luas dibedakan atas dasar sifat-sifat morfologis, fisiologis dalam habitat yang berbeda
  5. Dapat terjadi dalam tipe habitat yang jelas
  6. Ekotipe benar-benar mempunyai ciri khas dengan perbedaan sebagian ekotipe yang lain
Dalam ekotipe terdapat suatu kaitan dengan aklimasi. Aklimasi adalah adaptasi makhluk hidup terhadap perubahan lingkungan yang terjadi akibat adanya percobaan. Percobaan ini dilakukan oleh Matthaei (1905) dan Billings et.al (1971) pada tanaman sorrel alpin. Hasil menunjukkan bahwa wakil ekotipe arktik dan alpin yang memiliki kapasitas aklimasi berbeda.
Densitas adalah jumlah individu per unit area, densitas didapat tidak perlu menghitung setiap individu yang terdapat dalam seluruh area luas untuk sampai pada nilai densitas. Demografi tumbuhan adalah kajian perubahan dalam ukuran populasi menurut waktu. Dalam demografi tumbuhan inut populasi tidak selalu berbentuk individu yang di bentuk oleh perkecambahan biji. Unit populasi yang dihasilkan secara vegetatif diacu sebagai ramet.

A. Ekotipe Typha latifolia
Typha latifolia merupakan jenis tanaman herba dalam genus Typha. Spesies ini berasal dari Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Eurasia , dan Afrika. Adapun percobaan yang dilakukan oleh Manughton pada tahun 1966, dengan mengumpulkan berbagai macam rimpang dorman dari berbagai habitat, kemudian dia menempatkan rimpang tersebut dalam pot dan menempatkannya pada rumah kaca dengan suhu yang diaturnya 30° – 25° siang dan malam. Sehingga rimpang ini mematahkan dormansi dan menghasilkan tunas dan tumbuh dalam waktu 3 bulan.
Manughton kemudian mengambil sampel jaringan daun, dan diambil ekstrak enzimnya dan diketahui ekstrak ini mendapat tekanan panas 50°C untuk waktu 30 menit, hal ini yang memacu suhu daun dimana dapat dikatakan tumbuhan Red Bluff berpengalaman hidup di alam.
Setelah menguji tekanan panas, Manughton menguji aktivitas 3 enzim pernapasan penting, yaitu : Maltae dehydrogenase, Glutamate Oxaloacetate, dan Aldolase. Manughton menyatakan bahwa Red Bluff toleran terhadap panas dan harus diletakkan dalam stabilitas panas dari beberapa atau semua enzimnya.
Malate Dehydrogenase lebih stabil panasnya pada penotipe Red Bluff dari pada ekotipe poin Reyes. Enzim Glutamate Oxaloacetate, dan Aldolase tidak mengalami perbedaan, enzim Maltae dehydrogenase mengalami perbedaan pada dua ekotipe dalam banyak cara yang mungkin menaikkan stabilitas dan aktivitasnya

B. Ekotipe Sitanion Hystrix
Respirasi juga berpengaruh terhadap perbedaan evelasi pada level enzimatis. Klikoff (1966), memperlihatkan populasi rumput sitanion hystrix dari evelasi yang berbeda di Sierra Nevada. Mitokondria yang terisoler menunjukkan laju oksidatif yang tinggi pada suhu rendah dengan menambahkan evelasi pada tumbuhan induk.

C.  Ekotipe Salidago Vigaurea
Solidago virgaurea (Eropa goldenrod atau woundwort) adalah tanaman herba  tahunan dari keluarga Asteraceae. Pada ekotipe ini spesies dibedakan dalam ekotipe matahari, yaitu berkecambah dan tumbuhan yang hidup pada tempat terbuka. Ekotipe naungan, yaitu : spesies yang berkembang di bawah kanopi tau tumbuhan lain. Kurva satursi pada cahaya ekotipe matahari berbeda dengan kurva saturasi cahaya ekotipe naungan.
Ekotipe matahari memiliki titik saturasi cahaya yang lebih tinggi dan memperlihatkan laju fotosintesis yang lebih tinggi pada titik saturasi tersebut. Ekotipe naungan memiliki sifat kebalikan dari ekotipe matahari.
Perbedaan ini disebabkan kerena level morfologinya. Pada daun ekotipe matahari dapat menyerap lebih banyak cahaya matahari dan memiliki konsentrasi klorofil yang lebih tinggi. Pada pengamatan level enzim terhadap fiksasi CO2 dalam jalan reaksi gelap fotosintesis menyatakan bahwa enzim memiliki kekuatan 2-5 lebih besar dalam ekotipe metahari yang cukup untuk mengerjakan laju fotosintesis karena intensitas cahayanya lebih tinggi.

D. Aklimasi
Aklimasi merupakan perubahan plastis, temporer dalam organisme yang disebabkan oleh suatu lingkungan yang sudah ada pada masa lampau. Matthei (1905), merupakan orang pertama yang mendokumentasikan fenomena tersebut dalam tumbuhan dan pengaruh suhu pada masa lalu pada laju fotosintesis dan respirasi.
Billings (1971), mengadakan percobaan yang menyajikan contoh yang lebih baik dalam aklimasi. Percobaan tersebut menggunakan biji sorrel alpin yang dikumpulkan di daerah yang berbeda yang dikecambahkan dan ditumbuhkan dalam rumah kaca dengan suhu yang sama selama 4 bulan.
Hal ini menghasilkan dan menunjukkan bahwa wakil ekotipe arktik dan alpin yang memiliki kapasitas aklimasi yang terbeda. Hubungan antara tumbuhan dan lingkungan kemudian dapat dikatakan. Fenotipe = genotype + lingkungan dominan + lingkungan lampau. Lingkungan lampau dapat mempengaruhi fenotipe, pengaruh lingkungan lampau tidak dapat diukur pada masa lalu karena kita tidak dapat kembali ke masa lampau.
Percobaan pada biji groundsel ditumbuhkan pada beberapa suhu, apabila biji sudah semai maka biji tersebut akan dipindahkan ke lingkungan umum dan di biarkan tumbuh selama 80 hari. Contoh riset ekotype yang memakai pilihan teknik luar termasuk biologi populasi dan ekologi fisiologi hal ini merupakan kajian ekotipe Dyas octopetala dari daerah tundra Alaska.
Ekologi tumbuhan memakai spesies sebagai alat deduktif, sebagai indikator yang presisi dari level tertentu. Tetapi hal ini merupakan tujuan yang tidak realistis. Hal ini dikemukan bhwa tumbuhan tanggap terhadap faktor klimaks, edafik yang komplek dan merupakan faktor biotik komplek yang mempengaruhi faktor tunggal sehingga sulit untuk dipisahkan.\

E.  Struktur Populasi dan Demografi Tumbuhan
1. Struktur Populasi
Tumbuhan tersebar di alam biasanya tidak memiliki jarak yang sama, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam kondisi lingkungan, sumberdaya, tetangga, dan gangguan yang semuanya hanya merupakan sebagian kecil fakor yang mempengaruhi pola dinamika dan populasi tumbuhan.
Perbedaan perangkat kondisi lingkungan tidak hanya memodifikasi distribusi dan kelimpahan individu tetapi juga merubah laju pertumbuhan, produksi biji, pola perkecambahan, areal daun, areal akar, dan ukuran individu. Ekologi populasi tumbuhan tidak terbatas pada distribusi dan dinamika individu dalam populasi, tetapi juga termasuk pertumbuhan dinamika yang tumbuh, tumbuhan yang selalu berubah.
Densitas adalah jumlah individu per unit area. Densitas yang didapat tidak perlu menghitung setiap individu yang terdapat dalam seluruh area yang luas untuk sampai pada nilai densitas, tetapi dengan mengadakan sampling secara acak dengan kuadrat yang mungkin hanya 1% dari area seluruhnya yang sudah dapat memberikan suatu perkiraan densitas yang mendekati kenyataan. Pengukuran densitas pada pohon yang terdapat dihutan pada umumnya dihitung dengan metode jarak, yang dibicarakan pada metode teknik sampling.
Densitas sendiri merupakan ukuran statis. Pola, atau distribusi menurut ruang (spatial), 300 acer sccharum) atau 3000 Lares tridentata per hektar akan memberi informasi tambahan tentang spesies. Jumlah sama tumbuhan dalam suatu area dapat disusun dalam tiga pola dasar : Acak, mengelompok (clumped) atau teratur (reguler).
Pola adalah distribusi menurut ruang. Data pola penyebaran tumbuhan dapat memberi nilai tambah pada data densitas dari suatu spesies tumbuhan. Pola penyebaran tumbuhan dalam suatu wilayah dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu:
a. Acak
Pola  peneyebaran secara acak dapat dilihat jika jarak , lokasi, sembarang tumbuhan tidak mempunyai arah dan posisi terhadap lokasi spesies yang sama.
b. Mengelompok
Pola penyebaran mengelompok (Agregated atau undispersed), menunjukan bahwa hadirnya suatu tumbuhan akan memberikan indikasi untuk menemukan tumbuhan yang sejenis. Anggota tumbuhan yang ditemukan lebih banyak ditemukan secara mengelompok dikarenakan ada beberapa alasan :
1)   Reproduksi tumbuhan yang menggunkan
a)    ruuner atau rimpang.
b)   Reproduksi tumbuhan yang menggunakan biji cenderung jatuh di sekitar induk.
2)      Lingkungan /habitat mikro pada tiap spesies yang mempunyai kesamanan pada anggota spesies. Habitat dikatakan homogen pada lingkungan makro, namun pada lingkungan mikro sangat berbeda. Mikrositus yang paling cocok untuk suatu spesies cenderung  ditempati lebih padat untuk spsies yang sama.
c. Teratur
Pola penyebaran teratur jika secara reguler dapat ditemui pada perkebunan, agricultur  yng lebih diutamakan efektifitas dan efisiensi lahan.
Cara pengukuran pola
Beberapa pengukuran pola diantaranya adalah:
  1. Menggunaan kuadrat acak.
  2. Menggunakan metode jarak
  3. Frekuensi

2. Demografi Tumbuhan
Demografi tumbuhan adalah perubahan dalam ukuran populasi  menurut waktu. Demografi dapat dipelajari dengan cara menentukan laju kelahiran, dan kematian tiap umur dalam populasi . Melalui demografi dapat diproyeksikan  lama hidup suatu tumbuhan, kapan bereproduksi, seberapa banyak jumlah anak, serta perubahan yang terjadi dalam populasi dalam satuan waktu tertentu.
Pendekatan terhadap demografi dilakukan dengan memberi batasan yang jelas mengenai stadia sejarah hidup, jumlah hadir pada masing masing stadia. Sebagai contoh adalah, biji yang hadir dalam tanah diacu sebagai seed pool (kolam biji/bank biji). Beberapa biji, berkecambah untuk menjadi seedling. Lingkungan berperan untuk menjadi penyaring sehingga beberapa biji tetap dalam bentuk biji dan beberapa biji tumbuh menjadi sedling.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More